Senin, 09 Juli 2012

Gagasan Tulis Olimpiade Etos

USULAN KOMPETISI GAGASAN TERTULIS OLIMPIADE ETOS NASIONAL “Dang-Ding-Pis” Lokalisasi Suhu Dan Kelembaban Udara Sebagai Solusi Untuk Adaptasi Sapi Perah Pada Iklim Tropis Diusulkan oleh : Irana Maya Praditya 10/305430/PT/05973 Ramdhan Dwi Nugroho 11/312722/PT/05981 Slamet Widodo 11/313168/PT/05993 UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2012 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Masalah di bidang peternakan yang sulit untuk dipecahkan sampai sekarang adalah sulitnya pemenuhan kebutuhan susu sapi. Sehingga pemerintah sampai saat ini masih melakukan kebijakan import susu sapi. Import susu sapi sejak tahun 2011 sampai sekarang belum mengalami penurunan yaitu masih berkisar 70%. Berdasarkan data kementrian pertanian,konsumsi susu di Indonesia saat ini masih rendah jika dibandingkan dengan Negara-negara tetangga. Tingkat konsumsi susu di tanah air baru mencapai 11,9 liter per kapita setiap tahunnya”, kata Dirjen pengolahan dan pemasaran hasil pertanian, kementrian pertanian, Zaenal Bachrudin. Dirjen Zaenal Bachrudin menyatakan minimnya tingkat konsumsi di Indonesia antara lain disebabkan masih rendahnya produksi susu nasional yang baru mencapai 26,5 % dari kebutuhan. “Sisa kebutuhan nasional sebesar 73,5 % masih harus diimpor, “ katanya. Jika konsumsi susu lokal baru mencapai 11,9 liter per kapita per tahun, maka catatan Tetra Pack Indonesia tahun 2010, memperlihatkan konsumsi Thailand mencapai 31,7 liter. Impor susu sebagai bahan baku Industri Pengolahan Susu (IPS) dari Australia semakin gencar. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), nilai impor susu pada Januari-April 2011 sebesar US$ 30,05 juta. Nilai ini naik 96,48 % dibandingkan 4 bulan pertama 2010 yang sebesar US$ 15,29. Kenaikan ini juga ditopang oleh kenaikan harga susu dunia. Penjualan susu nasional, baik dalam bentuk cair maupun bubuk, pada 2011 ditargetkan naik 6% menjadi US$ 1,06 miliar atau Rp 9,01 triliun dibanding 2010 sebesar US$ 1 miliar, menurut Dewan Persusuan Nasional. Peningkatan didorong kenaikan permintaan domestik seiring pertumbuhan jumlah penduduk dan kesadaran masyarakat mengonsumsi susu. Untuk mengatasi hal ini, pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk impor sapi perah dari beberapa wilayah di eropa. Namun ternyata hal ini akan menjadi tidak efektif dan efisien apabila penanganan sapi perah yang berasal dari daerah sub tropik dengan mengalami 4 musim tidak dilakukan dengan baik. Suhu di Indonesia terlalu tinggi untuk adaptasi sapi perah dari sub tropik. Dampak negatif yang akan ditimbulkan antara lain stress, produksi susu menurun drastic, bahkan kematian. Hal ini seharusnya lebih dahulu disoroti oleh pemerintah sebelum mengambil kebijakan impor sapi perah. Karena sapi perah sub tropik memiliki daya adaptasi rendah terutama pada suhu dan kelembaban udara. Berdasarkan data badan pusat statistik (BPS) Jateng, hasil sensus hewan ternak yang telah dilakukan pada periode 1-30 juni 2011 di beberapa daerah seperti Boyolali, Wonogiri, Blora, dan Grobogan adalah total populasi hewan di jateng mencapai 2,14 juta ekor. Jumlahnya terdiri atas 1,92 ekor sapi potong, sapi perah 149.000 ekor, dan kerbau 75.000 ekor. Sementara jumlah hewan ternak di Indonesia secara keseluruhan mencapai 16,12 juta ekor., yang terdiri atas 14,29 juta ekor sapi potong, 570.000 ekor sapi perah, dan 1,26 juta ekor kerbau. Saat ini jenis sapi perah yang ada di Indonesia kebanyakan adalah sapi dari jenis bos taurus (sapi yang berasal dari daerah sub tropis) yaitu sapi fries holland atau friesien holstein atau disingkat FH. Sapi jenis ini mempunyai kemampuan menghasilkan susu sebanyak 4500 sampai 5500 liter per masa laktasi di daerah asalnya (Budi, 2006). Namun, pada daerah tropis seperti Indonesia sifat tersebut tidak terekspresi secara maksimal karena kondisi lingkungan di indonesia tidak cocok seperti pada daerah asalnya, meskipun daya adaptasi ternak ini relatif tinggi (Anwar, 2008). Hal tersebut dapat diatasi dengan membuat kandang yang seperti di daerah asalnya. Lokasi yang ideal untuk membangun kandang adalah daerah yang letaknya cukup jauh dari pemukiman penduduk tetapi mudah dicapai oleh kendaraan. Kandang harus terpisah dari rumah tinggal dengan jarak minimal 10 meter dan sinar matahari harus dapat menembus pelataran kandang serta dekat dengan lahan pertanian. Pembuatannya dapat dilakukan secara berkelompok di tengah sawah atau ladang. Kandang sapi perah yang baik adalah kandang yang sesuai dan memenuhi persyaratan kebutuhan sapi perah, diatarantanya adalah : 1. Terdapat sirkulasi udara dan mendapatkan sinar matahari. Sehingga kandang tidak terjadi kelembapan, kelembapan ideal biasanya untuk sapi perah adalah 60-70%. 2. Lantai kandang selalu kering. 3. Tempat pakan lebar, sehingga memudahkan sapi mengonsumsi pakan yang disediakan. 4. Tempat air dibuat dengan design supaya air terus tersedia (Anonim1, 2009) 5. Atap, hal ini berfungsi sebagai pelindung sapi pada terik matahari dan hujan, dan menjaga kehangatan sapi yang menghuni pada malam hari. Sudut kemiringan atap diusahakan 300, agar air hujan dapat turun dengan lancar. Atap yang baik adalah menggunakan genteng, lebih awet dan relatif murah. 6. Lantai : keras, rata, tidak licin, mudah menjadi lembab. 7. Parit atau drainase, supaya semua kotoran sapi mudah terkumpul dalam satu bak penampungan (AAK, 2005) 8. Kondisi suhu lingkungan tempat kandang harus diperhatikan. Suhu yang ideal untuk ternak sapi perah adalah kurang dari 270C, apabila lebih dari 270C maka akan menyebabkan sapi stress, sulit mengeluarkan panas tubuhnya dan akhirnya berakibat pada produksi susu yang akan menurun. 9. Sirkulasi dan ventilasi udara kandang diatur sebaik-baik mungkin, usahakan sapi perah tidak terkena matahari langsung, sediakan ruangan khusus bagi ternak sakit, ruang pemerahan, ruang peralatan, ruang staf dan karyawan. 10. Sapi yang butuh perhatian ekstra (sapi yang baru diperah) ditempatkan dan kelompok terpisah dan sering dilalui oleh karyawan sehingga mudah untuk dikontrol. Kandang biasanya pada peternakan sapi perah dibagi menjadi 5 kandang, yaitu : 1. Kandang pedet (0-4 bulan) Mengapa dibuatkan kandang sendiri, karena pedet sangat rentan terhadap penyakit yang disebabkan oleh perubahan cuaca dan pedet masih memiliki naluri menyusu sehingga jika disatukan bisa saling menghisap dan menjilat. Kandang pedet lazimnya dibuat dari bahan bamboo atau kayu berukuran 95x150x130 cm (Lebar 95 cm, panjang 150 cm, dan tinggi 130 cm). 2. Kandang pedet lepas sapih (4-8 bulan ) Kandang yang diperlukan untuk pedet lepas sapih berusia 4-8 bulan berupa kandang sistem kemlompok di dalam kandang koloni. Hal ini dimaksudkan agar sapi-sapi remaja ini lebih bebas bergerak sehingga tulang dan badannya kuat dan tidak terjadi persaingan dalam mendapatkan pakan. Karenanya, tempat pakan, tempat minum dan tempat berteduh dibuat terpisah. 3. Kandang sapi dara (8 bulan – 2 tahun) Kandang sapi dara dibuat dengan sistem koloni agar memudahkan pengontrolan saat birahi. Namun, jika kandang khusus sapi dara ini tidak ada (karena tidak mungkin dibuat akibat lahan yang terbatas). Sapi dara bisa ditempatkan di kandang sapi dewasa. 4. Kandang sapi dewasa ( lebih dari dua tahun dan laktasi) Sapi yang telah berproduksi dikelompokkan dalam satu kandang. Pengelompokkan ini sebaiknya berdasarkan tingkat produksi susu, sehingga sapi yang berproduksi tinggi tidak bercampur dengan sapi yang produksinya rendah. Dengan pengelompokkan seperti ini, manajemen atau tata laksana pemberian pakan dapat dilakukan secara optimal. B. RUMUSAN MASALAH 1. Bagaimana pengaruh iklim terhadap produktivitas sapi perah? 2. Perlukah suatu terobosan baru untuk mengatasi sulitnya adaptasi sapi perah terhadap perubahan iklim? C. Tujuan 1. Untuk mengetahui pengaruh iklim terhadap produktivitas sapi perah. 2. Untuk mengetahui cara mengatasi sulitnya adaptasi sapi perah terhadap perubahan kondisi iklim. D. Manfaat Bagi peternak Melalui gagasan tertulis ini, dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam tata cara pemeliharaan sapi perah sehingga tercapai produktivitas susu yang tinggi. Bagi pemerintah Dapat dijadikan referensi dalam membantu pemerintah untuk mengurangi angka import sapi perah dan susu sapi sehingga dapat membantu memakmurkan peternak. Bagi penulis Melaui karya ini penulis dapat dijadikan pemantik dalam menciptakan karya ilmiah yang lebih baik lagi dan lebih bermanfaat.   ANALISIS SINTESIS Kondisi Kekinian Pada era globalisasi ini perdagangan bebas semakin berkuasa. Pemerintah sangat mengandalkan impor karena masyarakat yang konsumerisme dan dinilai kurang produktif. Impor yang sedang gencar dilakukan oleh pemerintah adalah import susu sapi segar. Hal ini dilakukan pemerintah secara kontinuitas tiap tahunnya karena angka konsumsi susu yang semakin meningkat dan produksi sapi perah lokal tidak dapat mencukupi kebutuhan susu masyarakat. Pemerintah melakukan kebijakan import sapi perah untuk mencukupi kebutuhan susu yang semakin meningkat. Sapi-sapi yang diimport tersebut dikembangkan di Indonesia yang beriklim tropis ini. Dalam hal ini, pemerintah seharusnya bertindak sebagai fasilitator untuk mengembangkan peternakan sapi perah berbasis kerakyatan. Selain itu, pemerintah juga harus memberikan pendampingan terhadap peternak yang sebagian besar peternak kecil yang hanya mempunyai kurang dari 10 ekor sapi. Delgado et al. (1999) menyatakan bahwa perubahan pola konsumsi produk hewani ini bukan hanya dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi tetapi juga didorong oleh arus urbanisasi, serta kesadaran gizi dan perubahan gaya hidup masyarakat. Perpaduan antara peningkatan konsumsi per kapita dan pertambahan penduduk akan mendorong permintaan terhadap produk peternakan melonjak, meningkat dengan laju yang semakin pesat. Kondisi ini merupakan kekuatan penarik yang cukup besar sebagai landasan terjadinya Revolusi Peternakan (Livestock Revolution) di negara-negara sedang berkembang. Peluang ini harus dapat dimanfaatkan oleh usaha peternakan sapi perah di dalam negeri, sehingga ke depan ketergantungan terhadap produk impor dapat diminimalkan. Pengaruh Lingkungan Terhadap Produktivitas Sapi Perah Pada dasarnya sapi perah impor membutuhkan adaptasi dengan lingkungan baru, seperti halnya manusia. Sapi perah Bos Taurus sangat rendah daya adaptasinya terhadap suhu dan kelembaban. Meskipun di Indonesia memiliki iklim yang berbeda dengan Eropa, tetapi kebutuhan ternak tetap harus terpenuhi agar swasembada susu bisa terlaksana. Indonesia merupakan Negara tropis yang sebagian besar wilayah daratannya adalah dataran rendah. Adaptasi di dataran rendah mengakibatkan terjadinya manifestasi fisiologis tubuh yang ditunjukkan dalam bentuk konsumsi pakan yang menurun, konsumsi air minum, respirasi dan suhu tubuh meningkat pada lingkungan yang panas diikuti penurunan produksi susu (Schimidt dan Van Vleck, 1974; Diggins et al., 1984). Hal tersebut bukan hanya disebabkan oleh makanan (kuantitas dan kualitas hijauan/ konsentrat) yang kurang baik, tetapi dapat pula oleh perbedaan kondisi lingkungan yang kurang sesuai bagi pengembangan sapi perah yang berasal dari daerah subtropis. Faktor lingkungan yang lain adalah iklim, meliputi suhu, kelembaban, dan curah hujan. Pengaruh kondisi lingkungan yang kurang menguntungkan tersebut akan membatasi penampilan produksi (Tasripin et al., 1995). Tabel 1. Tabel Perbedaan Status Faali Sapi Import No Jenis sapi Parameter Dataran rendah Dataran tinggi 1 Sapi import Frek. Nadi (/menit) Frek. Respirasi (/menit) Suhu rektal (º C) 78,10 ± 5,37 58,86 ± 13,43 39,16 ± 0,35 69,90 ± 6,59 33,34 ± 5,47 38,06 ± 0,23 (Anonim3, 1988) Sapi perah termasuk hewan homeoterm, dimana suhu tubuhnya tidak terpengaruh terhadap suhu lingkungan sekitarnya. Hal ini dibuktikan dari hasil data pengukuran status faal di dua tempat yang berbeda hasil pengukurannya tidak menunjukkan perubahan yang signifikan. Frekuensi respirasi rata-rata sapi perah di daerah dataran rendah lebih besar dibandingkan dengan daerah dataran tinggi. Tingginya frekuensi respirasi di daerah dataran rendah ini dikarenakan suhu udara yang lebih panas daripada di daerah dataran tinggi. Frekuensi denyut nadi dan suhu rektal sapi perah di dataran rendah maupun dataran tinggi hampir sama. Apabila dibandingkan, sapi-sapi impor mempunyai status faali lebih tinggi di dataran rendah dari pada di dataran tinggi. Untuk menyesuaikan lingkungannya, sistem metabolisme dalam tubuh akan berjalan lebih cepat pula. Tabel 2. Tabel Perbandingan Produksi Susu Sapi Impor No Jenis sapi Produksi susu (liter/laktasi) Dataran rendah Dataran tinggi 1 Sapi import Sapi import 3.241,66 ± 934,88 4.052,61 ± 819,11 4.052,61 ± 819,11 2.585,54 ± 741,98 (Anonim3,1988) Menurut Wijono et al. (1993), faktor bangsa yaitu sapi perah impor, turunan dan lokal mempunyai pengaruh yang nyata terhadap produksi susu. Demikian pula produksi susu pada semua bangsa sapi perah yang dipelihara di dataran tinggi juga memberikan produksi susu yang lebih baik. Hasil penelitian Mariyono (1993) melaporkan bahwa sapi perah produksi tinggi memiliki tingkat produksi yang lebih baik di dataran tinggi daripada di dataran rendah. Penampilan produksi sapi perah dipengaruhi oleh faktor genetik dan faktor lingkungan, yang mempengaruhi proses fisiologis ternak. Nilai heritabilitas kemampuan produksi susu berkisar antara 30-40% (Warwick et al., 1983), yang berarti bahwa faktor lingkungan lebih dominan daripada faktor genetik (Schimidt dan Van Vleck, 1974). Sedangkan menurut Mariyono (1988), tingkat produksi susu dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor fisiologis dan faktor lingkungan. Faktor fisiologis dibedakan menjadi faktor genetik (meliputi: bangsa dan sifat individu) dan faktor non genetik (meliputi: bulan laktasi, berat badan, masa birahi dan kebuntingan, umur dan tingkat laktasi). Sedangkan faktor lingkungan yang berpengaruh yaitu pakan, frekuensi pemerahan, temperatur lingkungan dan musim serta penyakit. Solusi yang Diberikan Alternatif yang sampai saat ini masih dilakukan oleh para peternak yaitu disilangkan dengan sapi lokal. Meskipun masalah adaptasi dapat sedikit teratasi, Namun tetap saja hal ini akan berdampak pada produktivitas susunya. Secara otomatis produksinya akan menurun drastis. Untuk itu diperlukan suatu terobosan yang dapat membantu peternak sapi perah untuk dapat membuat ternak senyaman mungkin sehingga produksi akan tetap stabil. Dengan menggunakan konsep aliran udara dan pengaturan kelembaban akan membuat kandang ternak lebih stabil temperatur dan kelembaban kandangnya. Tentunya selain produktivitas tinggi, galur murninya dapat dipertahankan. Pengaturan suhu dan kelembaban kandang dapat diatur sedemikian rupa sehingga tetap stabil seperti pada konsep kandang close house. Namun tidak dapat diterapkan system close house pada ternak ruminansia karena ternak ruminansia membutuhkan cahaya matahari agar pertumbuhannya tetap optimal. Konsep aliran udara digunakan kipas angin besar dari berbagai sudut kandang. Kipas angin ini didesain dengan cahaya matahari sebagai sumber energinya. PLTS (Pembangkit Listrik Tenaga Surya) ini menghasilkan tegangan AS yang dapat diubah menjadi tegangan ABB. Tegangan yang dihasilkan sel surya adalah tegangan AS yang dapat digunakan untuk berbagai keperluan, seperti: lampu penerangan rumah tangga, lampu penerangan jalan, lampu lalu lintas, pemancar, sinyal kereta api dan sebagainya (Isdawimah, 2010). Selain aliran udara sebagai pengatur suhu, konsep yang digunakan lagi dalam mengatasi tingginya kelembaban kandang antara lain penyemprotan mikro partikel es dalam jumlah tinggi pada kandang. Sehingga kadar air dalam kandang akan tinggi dan kelembabannya pun akan meningkat tanpa dibarengi dengan peningkatan suhu. Mikro partikel es disemprot dari dua arah yaitu depan yang langsung mengenai kepalanya dan belakang yang langsung mengenai tubuhnya. Dalam suatu sistem diperlukan kontrolling untuk memudahkan penanganan. Sistem kontrolling yang digunakan dalam konsep ini adalah thermostate. Thermostate yang digunakan memiliki prinsip yang sama dengan kinerja thermostate pada refrigerator dan AC. Sehingga suhu dan kelembaban yang dihasilkan dapat stabil dan tidak terjadi kenaikan atau penurunan suhu yang ekstrem. Apabila suhu lingkungan mengalami kenaikan atau penurunan yang terlalu ekstrem, alarm pada thermostate akan berbunyi sehingga menjaga ternak agar tidak stress dan berpengaruh pada produksi susunya. Thermostate ini berfungsi untuk mengatur aliran udara dan jumlah partikel es yang dihasilkan. Sehingga pada saat suhu tinggi, maka perputaran kipas angin tenaga surya semakin cepat dan penyemprotan partikel mikron es pun akan semakin besar. Begitu pula sebaliknya, apabila suhu rendah perputaran kipas angin tenaga surya semakin lambat dan penyemprotan partikel micron es juga sedikit. Dalam mengatasi hal ini pemerintah seharusnya membantu peternak kecil yang sedang berkembang. Antara pemerintah dan peternak harus terjadi suatu alur simbiosis yang saling menguntungkan. Sehingga tujuan untuk swasembada susu dapat tercapai. Selain itu, Indonesia juga masih dapat mengembangkan GPS (Grand Parent Stock) yang masih memiliki produksi susu optimal. Proyek ini dapat dikembangkan pada peternak sapi perah di dataran rendah dengan suhu tinggi dan kelembaban lingkungan rendah.   KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan kondisi Peternakan Indonesia saat ini dapat disimpulkan bahwa perlu dibuat suatu terobosan yang dapat membantu menciptakan suatu kondisi yang mirip dengan habitat ternak sapi perah aslinya dengan menggunakan konsep aliran udara dan pengaturan kelembaban udara sehingga ternak akan lebih nyaman dan produktivitas pun akan tetap tinggi serta galur murni yang tetap terjaga. Saran yang dapat kami sampaikan kepada pemerintah yaitu agar lebih memperhatikan peternak kecil terutama peternak sapi perah dengan menekan angka impor susu sapi dan sapi perah. Saran yang kami sampaikan untuk peternak sapi perah yaitu agar lebih tanggap terhadap kebutuhan sapi perah dengan banyak membaca buku sehingga perawatannya pun akan lebih baik dan benar, karena beternak sapi perah berbeda dengan sapi potong ataupun ternak lainnya. Sedangkan saran untuk masyarakat luas yaitu agar masyarakat lebih bijak dalam mendukung swasebada sapi dan susu sapi dengan cara membeli susu dari peternak lokal sehingga hal ini akan menurunkan tingkat impor dan menaikkan produktivitas sapi perah lokal.   DAFTAR PUSTAKA AAK. 1995. Petunjuk Praktis Beternak Sapi Perah. Yogyakarta : Penerbit Kanisius Anonim1. 2009 (a). Beternak Sapi Perah. http://id.wordpress.com/tag/sapi-perah/ (diakses pada tanggal 18 Mei 2012) Anonim2. 2009 (b). Tata Laksana Pemeliharaan Sapi Perah. Tersedia di http://www.vet-indo.com/Berita-Umum/Tata-laksana-manajemen-pemeliharaan-sapi-perah.html (diakses pada tanggal 18 Mei 2012). Anonim3. 1988. Peningkatan produktivitas sapi perah impor di Jawa Timur.Laporan Penelitian. Bappeda Provinsi Dati I Jawa Timur-Sub Balai Penelitian Ternak Grati. Budi, Usman. 2006. Dasar Ternak Perah. Tersedia di http://ecourse.usu.ac.id/content/peternakan/dasar/textbook.pdf http://imamabror.wordpress.com/2010/10/25/manajemen-pemeliharaan-dan-kesehatan-sapi-perah-sesuai-dengan-standar-kesejahteraan-hewan/ ( diakses pada tanggal 19 Mei 2012 pukul 6.35 WIB) http://tomyrambozha.great-forum.com/t385-perencanaan-dan-perancangan-kandang-sapi-perah ( diakses pada tanggal 19 Mei 2012 pukul 6.32 WIB) http://disnakeswan.sumutprov.go.id/details_berita.php?id=27 ( diakses pada tanggal 19 Mei 2012 pukul 6.26 WIB) Delgado, C., M. Rosegrant, H. Steinfeld, S. Ehui, C. Courbois. 1999. Livestock to 2020. The Next Food Revolution. International Food Policy Research Institute. Washington. USA. Diggins, r. V., c. E. Bundy and v. W. Christensen. 1984. Dairy production. Prentice-Hall. Inc., Englewood Cliffs. New Jersey. Isdawimah. 2010. Jurnal : Analisis Kerja Pembangkit Listrik Tenaga Surya. Fakultas Teknik Universitas Indonesia. Priyanti, A Dan Mariyono. 2008. Analisis Keseimbangan Rasio Harga Pakan Terhadap Susu Segar Pada Peternakan Rakyat. Makalah disampaikan dalam Semiloka Nasional Prospek Industri Sapi Perah Menuju Perdagangan Bebas 2020. Jakarta, 21 April 2008. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor. Schimidt, g. H. and Van Vleck. 1974. Principles of Diary Science. Cornel University. W. H. Freeman and Co. San Francisco. Tasripin. D. S, A. Sudono. T. Sutardi dan W. Manalu. 1995. Pengaruh Pengontrolan Suhu Tubuh Melalui Penyemprotan Air Terhadap Produksi Susu dan Perubahan Faali pada Sapi Perah Laktasi. Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi Peternakan. Ciawi-Bogor, 25-26 Januari 1995. Warwick, E. J., J.M. Astuti dan W. Hardjosubroto. 1983. Pemuliaan Ternak. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar